JALAN PANJANG DIFABEL
MENG-AKSES 'JAMKESUS' Bag. 1
Jaminan Kesehatan Khusus (JAMKESUS) adalah jaminan kesehatan untuk difabel yang
mencakup pengobatan, perawatan dan alat bantu yang disediakan oleh pemerintah
DIY berdasarkan Perda No. 4/2012 dan Pergub No. 51/2013.
Selama ini teman-teman difabel cukup bersenang hati dengan adanya Jamkesus. Tetapi sebenarnya ada masalah besar yang mengintip dibaliknya, apa itu?. Peserta Jamkesus harus 'miskin dan/atau rentan miskin'. Teman-teman peng-Organiser Difabel di lapangan sering kali merasa kebebanan moral karena hal ini. Tidaklah mungkin kalo teman-teman pengurus Organisasi Difabel akan memasukkan Difabel hanya mereka yang miskin dan rentan miskin saja. Bagaimana tanggung jawab moral sebagai pengurus atau koordinator difabel di wilayahnya kepada teman-teman difabel semua. Suara protes, sanggahan kepada penyelenggara pemerintah yang terkait jamkesus sebenarnya sudah berkali-kali disampaikan. Ini semata-mata untuk memahamkan bahwa semua Difabel itu butuh Jaminan Kesehatan yang berkualitas bukan hanya difabel miskin dan rentan miskin.
Hal inilah yang menjadi salahsatu pokok bahasan pada Diskusi Mendorong penyederhanaan penyelenggaraan Jamkesus yang dilakukan oleh Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas DIY dengan beberapa Organisasi Difabel (OPD) di DIY. Untuk lebih lanjutnya berikut intisari diskusi diatas tentang aspek 'Telaah per-Undang-undangannya' dan 'Alasan-alasan Difabel Harus mendapat Jaminan Kesehatan'
Siapa sih yang dijamin dalam Jamkesus?
Terdapat peraturan yang saling bertabrakan
mengenai siapa saja yang dijamin melalui program Jamkesus, apakah semua difabel
atau hanya difabel miskin dan rentan miskin saja?
o
UU No. 8
tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
Pasal 62 Ayat 3:
“Pemerintah menjamin pelayanan kesehatan bagi Penyandang Disabilitas dalam
program jaminan kesehatan nasional sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
o UU No. 19
tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak Hak Penyandang Disabilitas Pasal 25, Bagian (a): “Menyediakan bagi
penyandang disabilitas, program dan perawatan kesehatan gratis atau terjangkau, kualitas dan standar yang sama
dengan orang lain, termasuk dalam bidang kesehatan seksual dan reproduksi serta
program kesehatan publik berbasis populasi”
o
UU No. 40
tahun 2004 tentang SJSN
Pasal 14 Ayat (1):
“Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta
kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial”
Ayat (2) Penerima
bantuan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.
o
Perda No.
4/ 2012
Pasal 55 Ayat (2) Penyandang Disabilitas miskin dan rentan
miskin mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan sesuai ketentuan
jaminan kesehatan yang berlaku.
Ayat (3) Penyandang Disabilitas miskin dan rentan
miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijamin dengan jaminan
kesehatan khusus.
Semua difabel dari strata ekonomi apapun
seharusnya dijamin dalam Jamkesus (untuk perawatan kelas 3), dengan alasan
sebagai berikut:
o
Alasan
Filosofis; berdasarkan azas kemanusiaan
o
Alasan
Yuridis; UU No. 19 Tahun 2011
(Perlu adanya keberanian dari pembuat keputusan di DIY
untuk membuat pasal yang menyatakan bahwa UU Khusus Disabilitas (dalam hal ini
UU No.19/2011) dapat mengabaikan UU Umum (UU No. 40/2004)
o
Alasan
Sosiologis;
1. Hampir seluruh
penyandang disabilitas memiliki kerentanan terhadap berbagai penyakit dan
masalah kesehatan seperti infeksi saluran kemih, luka tekan, diabetes, dsb
2. Sebagian besar penyandang disabilitas mengalami
ketergantungan dan resiko ketergantungan atas layanan atau perawatan medis
(seperti obat dan fisioterapis), sehingga menyebabkan rentan miskin dan/ atau
sebagian besar pendapatan digunakan untuk perawatan medis
3. Sebagian difabel
tidak digolongkan miskin dan rentan miskin karena tinggal dengan saudara yang
cukup mampu, padahal dirinya sendiri tidak memiliki pendapatan tetap dan
membutuhkan pengeluaran medis dan penunjang yang terus menerus
4. Indikator
sosio-ekonomi yang digunakan BPS saat ini belum mempertimbangkan kondisi
disabilitas dan biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh keluarga atau
penyandang disabilitas terkait dengan kondisi tersebut, misalnya difabel yang memakai motor roda 3 tidak bisa
dikategorikan kaya, karena sepeda motor tersebut terhitung sebagai kaki bagi
dirinya.
Diskusi antara Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas DIY dan beberapa perwakilan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) di DIY, Sabtu 13 Agustus 2016 di Kantor Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas DIY